BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu psikologi berperan penting
dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Berbagai macam landasan pada psikologi
ini menunjang pembelajaran ini menjadikan peserta didik merasa menyenangkan
ketika di dalam kelas dan materi pembelajaran tercapai secara efektif dan
efisien. Tercapainya tujuan atau kompetensi yang menunjukkan peningkatan
kualitas dan kuantitas pendidikan. Hal ini berpengaruh langsung pada peserta
didik akan malasnya berangkat ke sekolah, kurang memperhatikan penyampaian
materi yang disampaikan pendidik dan kurang berminatnya peserta didik dalam
mengerjakan tugas yang diberikan oleh pendidik. Hal ini menyebabkan adanya
teori – teori belajar menjadikan bekal sebagai arahan pada pendidik dalam
menjalani proses belajar mengajar dengan karater siswa yang beraneka ragam,
unik dan berbagai ciri. Teori sebagai sekumpulan
dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat
diantara variabel yang saling bergantung. Sedang Belajar adalah perubahan
tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.
Perubahan ini harus relatif permanen dan
tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibutuhkan
teori-teori belajar. Kebutuhan akan teori menjadi hal yang penting. Snelbecter
dalam Ratna Wilis (1991:1), berpendapat bahwa perumusan teori itu bukan hanya
penting, melainkan vital bagian psikologi dan pendidikan untuk dapat maju,
berkembang dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang.
Untuk itu pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat
teoritis dan telah diuji kebenarannya melalui ekspreimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan
akan hal tersebut melahirkan teori belajar dan teori instruksional. Teori
belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar, sedangkan teori
instruksional lebih bersifat preskriptif dan menerangkan apa yang harus
dilaksanakan untuk membicarakan masalah-masalah praktis didunia pendidikan
(Snelbecker, 1974 dalam teori, 1997), sedangkan teori instruksional adalah
preskriptif. Artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses belajar,
sedangkan teori instruksional mendeskripsikan strategi atau metode pembelajaran
yang optimal untuk memudahkan proses belajar.
Seiring dengan perkembangan teori
psikologi, teori-teori belajar bermunculan. Salah satu diantara teori belajar
yang terkenal adalah teori belajar behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner,
Thorndike, Watson dan lain-lain. Teori belajar ini
merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga
membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar Dikatakan
bahwa, teori-teori belajar hasil eksperimen mereka secara prinsipal bersifat
behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang
nyata dan dapat diukur.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan
perkembangan ilmu pengetahuan, teori tersebut mempunyai beberapa kelemahan,
yang menuntut adanya pemikiran teori belajar yang baru. Teori-teori
behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan
respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot, padahal
setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan
pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya
ia bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau
berlawanan dengan kata hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan dengan
perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan
karakter fisik dan psikis antara manusia dan hewan. Hal ini dapat
diidentifikasi sebagai kelemahan teori behaviorisme.
Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat
dalam teori behaviorisme dapat diambil suatu pertanyaan, “Upaya apa yang akan
dilakukan oleh para ahli psikologi pendidikan dalam mengatasi
kelemahan teori tersebut ?’’Realitas ini sangat penting untuk dibahas dalam
makalah ini.
Untuk itu pembahasan makalah ini ditulis
untuk mengungkap masalah-masalah
tersebut. Berdasarkan tulisan-tulisan dalam berbagai literatur, ditemukan bahwa
para ahli telah menemukan teori baru tentang belajar yaitu teori belajar
kognitif yang lebih mampu meyakinkan dan menyumbangkan pemikiran besar demi
perkembangan dan kemajuan proses belajar sebagai lanjutan dari teori
behaviorisme tersebut. Dengan berkembangnya teori belajar yang menekankan pada
kognitif dapat digunakan untuk mencari strategi atau metode yang bagaimana agar
dapat dilakukan proses pembelajaran secara tepat sesuai dengan tujuan belajar
yaitu untuk melakukan perubahan terhadap peserta didik yang lebih baik dan
belih bersifat permanen.
Berdasarkan dari latar belakang yang
telah diuraikan tersebut di atas, makalah ini akan menguraikan tentang teori
belajar kognitivisme dan desain instruksional yang dapat dijadikan oleh
pendidik untuk melaksanakan proses belajar terhadap peserta didik di sekolah.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang
sudah penulis uraikan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian dari teori belajar
kognitivisme?
2.
Bagaimanakah penerapan teori tersebut
dalam kegiatan pembelajaran?
3.
Siapa saja yang menjadi tokoh dalam
teori belajar kognitivisme?
4.
Bagaimana implikasi teori belajar
kognitivisme?
1.3 Tujuan
dan manfaat
Adapun tujuan
dan manfaat yang ingin dicapai dalam penyususnan makalah ini antara lain :
1.
Agar memahami tentang teori belajar
kognitivisme
2.
Untuk mengetahui bagaimaan cara
penerapan teori belajar kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran
3.
Memahami tentang pandangan daritokoh-tokoh
yang menganut aliran teori belajar kognitivisme.
4.
Mengkaji implikasi teori belajar
kognitivisme
Sedangkan
manfaat dalam penyusunan makalah ini antara lain :
1.
Secara teoritis : untuk mengkaji ilmu
pendidikan khususnya dalam memahami implikasi pendidikan, pembelajaran,
pengajaran, prinsip-prinsip pembelajaran dan perkembangan teori belajar
khususnya teori belajar kognitivisme.
2.
Secara praktis, bermanfaat bagi:
a.
Para pendidik : agar pendidik tidak
salah persepsi tentang pendidikan, pembelajaran dan pengajaran serta dapat
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar yang sesungguhnya.
b.
Mahasiswa : agar memahami tentang
pengertian, prinsip dan perkembangan teori belajar khususnya teori belajar
kognitivisme..
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori
Belajar
Teori adalah sejumlah proposisi yang
terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk memprediksi dan
menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974 dalam Dahar,
1988: 5). Proposisi yang terintegrasi secara sintaktik, artinya, kumpulan
proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara
logis proposisi yang satu dengan proposisi lainnya dan juga pada data yang
diamati. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, proposisi berarti rancangan usulan
(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 899).
Dengan demikian proposisi dalam
kaitannya dengan teori berarti rancangan
gagasan untuk memprediksi dan mejelaskan fenomena-fenomena. Salah satu fenomena
itu adalah belajar dan pembelajaran yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Belajar dapat diartikan sebagai proses
perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat
dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada
perubahan dalam kecendrungan perilaku (De Cecco & Crawford, 1977 dalam Ali,
2000: 14). Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun tidak dapat diamati .
Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance). Sedangkan
yang tidak dapat diamati disebut kecendrungan perilaku (behavioral tendency).
Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan
melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku
hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara
kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan
hasil yang sama. Sedangkan seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil
belajar dapat melakukkannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama. Gagne
(1977) seperti yang dikutip Miarso (2004), berpendapat bahwa belajar merupakan
seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang
merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal
di lingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu
lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran
(metode atau perlakuan).
Dalam memahami antara teori belajar dan
teori pembelajaran da perbedaan yang prinsip. Teori belajar adalah deskriptif,
karena tujuan utamanya memeriksa proses belajar. Sedangkan teori pembelajaran adalah
preskriptif, karena tujuan utamanya menetapkan metode pembelajaran yang optimal
(Bruner dalam Degeng, 1989 dalam Budiningsih, 2005: 11). Teori belajar lebih
fokus kepada bagaimana peserta didik belajar, sehingga berhubungan dengan
variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Dalam teori belajar, kondisi
dan metode pembelajaran merupakan variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai
variabel tergantung atau terikat. Dengan demikian, dalam pengembangan teori
belajar, variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai efek dari interaksi
antara metode dan kondisi.
Dalam pengembangan teori belajar, hasil
yang diamati adalah hasil pembelajaran nyata (actual outcomes) dalam pengertian
probabilistik, yaitu hasil pembelajaran yang mungkin muncul, dan bisa jadi
bukan merupakan hasil pembelajaran yang dinginkan. Oleh karena teori belajar
adalah deskriptif, maka menggunakan struktur logis. Dalam proposisi teori
belajar, model pengorganisasian pembelajaran (model elaborasi) ditetapkan
sebagai perlakuan, di bawah kondisi karakteristik isi pelajaran, untuk memberikan
perubahan unjuk kerja (actual outcomes), berupa peningkatan perolehan belajar
dan retensi. Dengan demikian teori belajar menyatakan bahwa, apa yang terjadi
secara psikologis bila suatu tindakan belajar dilakukan oleh seseorang.
Teori pembelajaran, fokus diarahkan
kepada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar.
Oleh karena itu teori pembelajaran berhubungan dengan upaya mengontrol
variable-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat mudah
belajar. Dalam hal ini, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai
givens, dan metode yang optimal ditetapkan sebagai variabel yang diamati. Jadi,
kondisi dan hasil pembelajaran sebagai variabel bebas, sedangkan metode
pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori pembelajaran adalah goal
oriented, artinya, teori pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai tujuan
(Reigeluth, 1983; Degeng, 1990 dalam Budiningsih, 2005: 12). Oleh karena itu,
variabel yang diamati dalam teori pembelajaran adalah metode yang optimal untuk
mencapai tujuan. Teori pembelajaran, peningkatan perolehan belajar dan retensi
ditetapkan sebagai hasil pembelajaran yang diinginkan, dan model elaborasi yang
merupakan salah satu model untuk mengorganisasi materi pelajaran, dijadikan
metode yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam
teori pembelajaran harus terdapat variabel metode pembelajaran. Oleh karena itu
teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan
proses psikologis dalam diri peserta didik. Jadi, dalam teori pembelajaran,
terdapat preskripsi tindakan belajar yang harus dilakukan agar proses
psikologis dapat terjadi.
2.2
Teori Belajar Kognitivisme
Dalam
perkembangannya teori
belajar dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu teori sebelum abad
ke-20 dan teori belajar abad ke-20. Yang termasuk teori belajar sebelum abad
ke-20, yaitu teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah, dan teori
apersepsi. Teori belajar sebelum abad ke-20 dikembangkan berdasarkan pemikiran
filosofis atau spekulatif, tanpa dilandasi eksperimen.
Pada teori belajar abad ke-20, dibagi menjadi dua
macam, yaitu teori belajar perilaku (behavioristik) dan teori belajar
Gestalt-field. Teori belajar perilaku (behavioristik), berlandaskan kepada
stimulus-respons sedangkan teori belajar Gestalt-field, berlandaskan pada segi
kognitif(Ali,2000: 20). Dalam kesempatan ini akan saya uraian mengenai teori
belajar kognitivisme.
Tidak seperti halnya belajar menurut
perspektif behaviorisme_dimana perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan
hukuman. Pandangan behaviorisme yang mengatakan bahwa seorang siswa dari segala
umur akan giat belajar, kalau diberikan suatu hadiah (rangsangan/stimulus),
yang berwujud materi kepadanya atau diterapkan suatu hukuman, harus dikatakan
mempunyai pandangan yang terlalu simplistis. Memang, harapan akan mendapat
hadiah dapat mendorong siswa untuk belajar tetapi belum tentu siswa itu akan bermotivasi
tepat dalam belajar, yaitu belajar demi perkembangan dirinya sendiri, bahkan
ada kemungkinan siswa itu akan mengurangi usaha belajarnya, kalau hadiah yang
berwujud materi itu sudah tidak berarti lagi baginya. Demikian pula, siswa yang
telah beberapa kali kena hukuman karena kurang rajin, belum tentu akan
meningkatkan usahanya, bahkan dapat terjadi yang sebaliknya. Siswa itu mungkin
belajar sesuatu yang tidak diharapkan, yaitu membenci guru dan sekaligus materi
pelajaran. Oleh sebab itu menggunakan hadiah yang berwujud materi dan
memberikan hukuman secara tepat, menuntut pertimbangan tentang efek yang
positif dan negatif.
Perspektif kognitif menguraikan Pandangan kognitivisme yang menonjolkan peranan dari keyakinan, tujuan, penafsiran, harapan,
minat, kemampuan dan lain sebagainya. Pandangan ini menggarisbawahi apa
yang berlangsung dalam diri subyek yang berhadapan dengan berbagai kejadian dan
pengalaman. Orang tidak bereaksi terhadap rangsangan secara otomatis
seolah-olah mereka sebuah mesin, tetapi bereaksi atas interpretasi mereka
terhadap rangsangan itu. Di dalam interpretasi itu terkandung unsur kognitif
seperti penafsiran, keyakinan, penentuan tujuan, perkiraan tentang kemungkinan
mencapai sukses, serta penilaian tentang kemampuan sendiri untuk mengejar suatu
sasaran. Misalnya seorang mahasiswa yang sedang berkonsentrasi penuh pada suatu
proyek studi tidak harus segera mencari makanan sebegitu mulai merasa lapar tetapi
dapat menunda saat makan sampai proyek itu selesai. Misalnya lagi, seorang
siswa SMA tidak harus memulai membaca suatu buku setelah diberi tugas
oleh guru, tetapi dia dapat mempelajarinya atas inisiatif sendiri, karena beranggapan bahwa mata pelajaran
tertentu patut diperdalam dan dia mampu untuk itu. Oleh sebab itu pada dasarnya
isi interpretasi yang diberikan terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam
itulah yang mengandung daya motivasional. Sesuai dengan pandangan kognitivisme,
orang terutama dilihat sebagai sumber motivasinya sendiri berdasarkan
kegiatan mental dalam alam pikirannya, sehingga tergerak untuk memulai
aktivitas tertentu, bertahan dalam aktivitas itu dan mengarahkannya untuk
mencapai suatu tujuan.
Ternyata hal itu ditemui tiap individu justru
merencanakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa
membantu dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih
berarti. Teori belajar yang
berasal dari aliran psikologi kognitif
ini menelaah bagaimana orang berpikir,
mempelajari konsep dan menyelesaikan
masalah. Hal yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini
adalah tentang jenis pengetahuan
dan memori.
1. Jenis Pengetahuan
Menurut pendekatan kognitif yang
mutakhir, elemen terpenting dalam
proses belajar adalah pengetahuan
yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain
apa yang telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi
perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan
hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tetapi juga akan membimbing proses
belajar berikutnya. Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga
bagian, yaitu:
a.
Pengetahuan
Deklaratif
Yaitu
pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya
pengetahuan konseptual. Contoh, pengetahuan tentang fakta (misalnya, bumi
berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu tertentu), generalisasi
(setiap benda yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya gaya
gravitasi), pengalaman pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains secara
menyenangkan) atau aturan (untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan
pada pecahan maka pembilang harus disamakan terlebih dahulu).
b.
Pengetahuan
Prosedural
Yaitu
pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian
satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya “pengetahuan
bagaimana”. Contoh, Menyatakan proses penjumlahan atau pengurangan pada
bilangan pecahan menunjukkan pengetahuan deklaratif, namun bila siswa mampu
mengerjakan perhitungan tersebut maka dia sudah memiliki pengetahuan
prosedural. Guru dan siswa yang mampu menyelesaikan soal melalui rumus tertentu
atau menterjemahkan teks bahasa Inggris. Seperti halnya siswa yang mampu
berenang dalam satu gaya tertentu, berarti dia sudah menguasai pengetahuan
prosedural hal tersebut.
c. Pengetahuan Kondisional
Yaitu
pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural
digunakan. Seperti.siswa harus dapat mengidentifikasi terlebih dahulu persamaan
apa yang perlu dipakai (pengetahuan deklaratif) sebelum melakukan proses
perhitungan (pengetahuan prosedural). Pengetahuan kondisional ini
jadinya merupakan hal yang penting dimiliki siswa, karena menentukan penggunaan
konsep dan prosedur yang tepat. Terkadang siswa mengetahui fakta dan dapat
melakukan satu prosedur pemecahan masalah tertentu, namun sayangnya
mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat.
2.
Model
Pengolahan Informasi
Untuk menggunakan tiga jenis pengetahuan
tersebut di atas, tentunya kita harus dapat mengingatnya dengan baik. Hal berikutnya
teori belajar yang dibahas dalam
perspektif kognitif ini adalah
tentang bagaimana individu mengingat
dan bagian apa saja dari memori yang bekerja dalam proses berpikir seperti pada
pemecahan masalah. Model pengolahan informasi merupakan salah satu model
dari perspektif teori belajar ini yang menjelaskan
kerja memori manusia sesuai
dengan analogi komputer, yang meliputi tiga macam sistem penyimpanan ingatan yaitu :
a.
Memori Sensori adalah sistem
mengingat stimuli secara cepat sehingga analisis persepsi dapat terjadi.
b. Memori Kerja atau memori
jangka pendek, menyimpan lima sampai sembilan informasi pada satu waktu sampai
sekitar 20 detik, yang cukup lama untuk pengolahan informasi terjadi. Informasi
yang dikodekan (decode) serta persepsi tiap individu akan menentukan apa
yang perlu disimpan di memori kerja ini.
c. Memori Jangka
Panjang menyimpan informasi yang sangat besar dalam waktu yang
lama. Informasi di dalamnya disimpan dalam bentuk secara
verbal dan visual.
Memori Sensori
Memori sensori adalah sistem yang
bekerja seketika melalui alat indera dimana kita memberikan arti kepada stimuli
yang datang dinamakan persepsi. Arti yang diberikan berasal dari
realitas objektif serta dari pengetahuan kita sebelumnya. Contohnya, suatu
symbol ‘l’ akan dipersepsi sebagai huruf alpabet tertentu kalau kita
menggolongkannya dalam urutan j, k. l, m; namun dalam kesempatan berbeda
seperti l, 2, 3, 4 maka symbol yang sama bermakna angka satu. Memori sensori
akan menangkap stimuli dan mempersepsi, atau memberikan makna; dalam hal ‘l’
konteks dan pengetahuan kita akan menentukan makna yang akan diberikan, bagi
seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang angka atau huruf, maka
symbol itu kemungkinan tidak bermakna apapun. Misalnya teks yang anda baca saat
ini akan dipersepsi berbeda oleh orang lain yang tidak mengerti bahasa
Indonesia ataupun yang buta huruf, walaupun matanya melihat deretan simbol yang
sama seperti Anda; ataupun saat kita membaca huruf kanji dari koran berbahasa
Jepang, dimana kita tidak punya kemampuan untuk memahaminya. Memori sensori
tidak hanya bekerja untuk simbol saja namun juga dalam hal warna, gerakan,
suara, bau, suhu dan lainnya yang semuanya harus dipersepsi secara simultan.
Namun karena keterbatasan kemampuan, kita hanya dapat memfokuskan pada beberapa
stimuli saja dan mengingkari yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian sangatlah selektif; dengan
kata lain saat perhatian penuh sangat
diperlukan, biasanya stimuli
lainnya akan ditolak.
Perhatian adalah
tahap pertama dalam belajar. Siswa tidak dapat memahami apa yang mereka tidak
kenali atau tidak dapat dipersepsi. Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi
perhatian siswa. Cara lainnya adalah melalui perlakuan pada kata yang diucapkan
atau ditulis oleh guru dengan warna yang kontras, digaris bawahi atau ditandai;
memanggil siswa secara acak, memberikan kejutan siswa, menanyakan hal yang
menantang, memberikan masalah yang dilematis, mengubah metode mengajar dan
tugas, mengubah frekuensi suara dan jedanya akan dapat membantu menarik perhatian
dari siswa.
Memori
Kerja
Saat
stimulus dipersepsi dan diubah menjadi suatu pola gambar atau suara, informasi
yang didapat menjadi tersedia untuk proses selanjutnya. Memori kerja adalah tempat
dimana informasi baru ini berada dan digabungkan dengan pengetahuan yang berasal dari memori jangka panjang.
Kapasitas memori kerja ini sangat terbatas, dari berbagai eksperimen kapasitas
yang dapat disimpan sekitar lima sampai sembilan hal baru dalam satu waktu.
Satu nomor telepon sepanjang tujuh desimal dapat diingat oleh rata-rata manusia
dewasa, namun hal yang berbeda bila disuruh untuk mengingat dua buah nomor
telepon (14 desimal). Kita tidak dapat memanggil kedua nomor telepon tadi
karena terbatasnya kapasitas memori kerja ini. Hal lainnya dari memori kerja
ini adalah waktu yang digunakannya pun hanya sekitar 5 sampai 20 detik saja.
Namun walaupun begitu, waktu tersebut sangat cukup misalnya untuk mengingat dan
memahami apa yang dibaca dalam bagian awal kalimat ini sebelum mencapai akhir
kalimat. Tanpa adanya memori kerja, kita tidak bisa memahami susunan kata dalam
satu kalimat dan gabungan antara kalimat yang berdekatan. Karena sedikit dan
sempitnya memori ini bekerja, maka jenis memori ini harus terus diaktifkan,
kalau tidak, maka informasi yang didapat menjadi hilang. Supaya apa yang
diingat bisa lebih panjang dari 20 detik, kebanyakan orang memakai strategi tertentu untuk mengingatnya. Cara yang
pertama adalah strategi latihan
yang terbagi menjadi pengelolaan dan
elaboratif. Latihan pengelolaan
dilakukan dengan pengulangan informasi di pikiran anda. Sepanjang anda
terus melakukan pengulangan informasi, hal itu akan berada di memori kerja.
Cara ini dapat berguna untuk mengingat sesuatu, seperti nomor telepon, yang
kemudian untuk dipergunakan dan setelah itu tidak perlu diingat lagi. Cara latihan elaboratif adalah dengan
menghubungkan sesuatu yang baru dengan apa yang sudah diketahui, yaitu
informasi yang sudah terdapat di memori jangka panjang. Latihan elaboratif ini
tidak hanya meningkatkan memori kerja, tetapi membantu memindahkan informasi
memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Cara kedua adalah dengan pengelompokkan (chunking) yang
dipergunakan untuk menanggulangi terbatasnya kapasitas memori kerja. Banyaknya
bit informasi__ bukannya ukuran setiap bit adalah sisi keterbatasan memori
kerja. Kita dapat mengingat informasi lebih banyak jika dapat mengelompokkan
tiap-tiap bit menjadi unit yang berarti. Deretan enam angka seperti 1, 5, 1, 8,
2, dan 0 akan lebih mudah diingat dalam bentuk dua digit (15, 18 dan 20) atau
tiga digit (151, 820). Jika dilakukan cara ini, maka kita cukup perlu mengingat
dua atau tiga informasi saja dalam satu waktu dibanding enam buah.
Memori Jangka Panjang
Informasi memasuki memori kerja dengan
cepat, namun untuk dapat disimpan di memori jangka panjang, membutuhkan usaha
tertentu. Dalam memori jangka panjang inilah
berbagai informasi disimpan dan dihubungkan dalam bentuk gambaran dan
skema, suatu pola struktur data yang membuat kita bisa menggabungkan informasi
kompleks yang sangat besar, membuat
kesimpulan dan memahami informasi baru. Bila
kapasitas memori kerja sangat terbatas, kapasitas memori jangka panjang dapat
dikatakan hampir tak terbatas. Kebanyakan kita tidak pernah menghitung
kapasitasnya dan saat satu informasi secara aman sudah disimpan, akan tetap ada
disana dalam waktu yang tak terbatas. Secara teoritis walaupun kita mampu untuk
mengingat sebanyak yang kita mau namun tantangannya justru adalah memanggilnya,
yaitu mendapatkan informasi yang tepat sesuai keinginan. Akses pada informasi
membutuhkan waktu dan usaha, karena kita harus mencarinya dalam lautan
informasi yang luas dalam memori jangka panjang, dan informasi yang jarang
dipakai biasanya akan makin sulit untuk ditemukan. Terdapat tiga jenis memori jangka panjang
yaitu:
1)
Episodik.
2)
Prosedural.
3)
Semantik.
Untuk
memanggil dan menambah informasi di memori jangka panjang dibantu dengan:
1)
Elaborasi.
2)
Organisasi.
3)
penggunaan konteks.
Psikologi
pembelajaran kognitif mengatakan bahwa perilaku
manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya
sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi
yang berfungsi untuk mengenal dunia luar dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus.
Berdasarkan pada pandangan itu teori
psikologi kognitif memandang belajar
sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran untuk dapat
mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas
belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan
informasi.
Teori belajar
kognitivisme merupakan suatu teori
belajar yang lebih mementingkan proses daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu,
belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Pada masa-masa
awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa
mengolah stimulus dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon tertentu
(pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun lambat laun perhatian itu mulai bergeser. Saat ini perhatian
mereka terpusat pada proses bagaimana
suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai
oleh siswa. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam
diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap
perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piagiet, “belajar bermakna”nya
Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery learning)
oleh Jerome Bruner.
Dalam perspektif psikologi kognitif,
belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral yang
bersifat jasmaniah meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata
dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Pendekatan psikologi kognitif
lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan
para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan
diterangkan tanpa melibatkan proses mental seperti : motivasi, kesengajaan,
keyakinan dan sebagainya. Meskipun pendekatan kognitif ini sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik,
tidak berarti pendekatan kognitif anti terhadap aliran behavioristik.
2.3
Tokoh-Tokoh
Teori Belajar Kognitivisme
Ada 3 tokoh
dalam aliran teori belajar kognitivisme yaitu :
1. PIAGIET
Menurut Jean Piagiet, bahwa proses
belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Asimilasi yaitu proses penyatuan
(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip
penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa),
dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut
asimilasi.
b. Akomodasi yaitu
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa
diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian
tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c. Equilibrasi
(penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah
ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang
memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses
belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan
yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan
lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi
(operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi
tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara
berfikirnya.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan
lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara
aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
2. AUSUBEL
Menurut Ausubel, siswa akan belajar
dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” atau advance organizer
didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur
kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup)
semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan
salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan
belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut”
(advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik
agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut”
itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu
yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak
pada kebermaknaan bahan ajar yang
diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan
pendapat bahwa kegiatan belajar
penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan
informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan
diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan
empat kemungkinan tipe belajar, yaitu
(1) Belajar dengan penemuan yang bermakna
(2) Belajar dengan ceramah yang bermakna
(3) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna
(4) Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan
bermakna, karena belajar dengan
menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu
dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian
bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.
3. BRUNNER
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan
situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan
eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya.
Dari sudut pandang psikologi kognitif,
bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output
pendidikan adalah pengembangan
program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental
intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana
direkomendasikan Merril, yaitu
jenjang yang bergerak dari tahapan
mengingat, dilanjutkan ke menerapkan,
sampai pada tahap penemuan konsep,
prosedur atau prinsip baru di bidang
disiplin keilmuan atau keahlian
yang sedang dipelajari.
Dalam teori belajar, Jerome Brunner
berpendapat bahwa kegiatan
belajar akan berjalan baik dan kreatif
jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam
hal ini Bruner membedakan menjadi tiga
tahap yaitu : Ketiga tahap itu adalah:
(1) Tahap informasi, yaitu
tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru.
(2) Tahap transformasi, yaitu
tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang
lain.
(3) Evaluasi, yaitu
untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak.
Brunner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat
ditransformasikan . Ia juga mengemukakan bahwa dalam belajar ada empat tema pendidikan yaitu:
(1) Mengemukakan pentingnya arti
struktur pengetahuan.
(2) Kesiapan (readiness) siswa
untuk belajar.
(3) Nilai intuisi dalam proses
pendidikan dengan intuisi.
(4) Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa dan cara untuk memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada peserta
didik, bahkan dalam tahap perkembangan
manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat
mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk
menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam
proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi.
Lama tidaknya masing-masing
tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi,
dan minat siswa.
Brunner juga memandang belajar sebagai “instrumental
conceptualisme” yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai
realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun
gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat
khusus. Semakin bertambah dewasa
kemampuan kognitif seseorang semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap
stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada
peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai
dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat
belajar dengan maksimal. Faktor
kognitif bagi teori belajar
kognitif merupakan faktor
pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam
membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat
dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat
berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah
bagaimana dapat mengembangkan potensi
kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang
ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual
oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan
memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses
belajar mengajar di kelas.
2.4.
Implementasi Teori Belajar Kognitivisme
Teori
belajar kognitivisme pada dasarnya bahwa terjadinya perubahan perilaku dalam
proses pembelajaran tidak sepenuhnya didasarkan pada interaksi antara stimulus
dan respon semata, melainkan belajar pada asasnya adalah peristiwa mental
dengan menonjolkan peranan dari keyakinan,
tujuan, penafsiran, harapan, minat, kemampuan dan lain sebagainya. Orang tidak
bereaksi terhadap rangsangan secara otomatis seolah-olah mereka sebuah mesin
melainkan bereaksi atas interpretasi mereka terhadap rangsangan itu. Di dalam
interpretasi itu terkandung unsur kognitif seperti penafsiran, keyakinan,
penentuan tujuan, perkiraan tentang kemungkinan mencapai sukses, serta
penilaian tentang kemampuan sendiri untuk mengejar suatu sasaran.
a.
Implementasi teori belajar kognitivisme menurut
Piagiet:
Dalam proses
pembelajaran agar kegiatan belajar dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan
maka proses belajar harus memperhatikan 3 tahap yairu :
1)
Pada pemberian materi pembelajaran
harus dikaitkan dengan apa yang sudah dimiliki atau diketahui oleh siswa
2)
Penyesuaian struktur kognitif ke dalam
situasi yang baru.
3)
Penyesuaian berkesinambungan antara
asimilasi dan akomodasi
Agar siswa
dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga
stabilitas mental dalam dirinya.
b.
Implementasi Teori Belajar kognitivisme
menurut Brunner
Dalam
kegiatan pembelajaran materi harus disusun sedemikian rupa sehingga mengikuti
tahapan-tahapan : mengingat, menerapkan,
dan akhirnya sampai pada tahap penemuan
konsep. Dalam hal ini sampai siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu dan bermakna bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu proses
belajar harus dilakukan dengan suatu kegiatan yang bermakna dengan
divisualisasikan dan menggunakan symbol-simbol yang dipahami dan dimengerti
oleh siswa.
c.
Implementasi
Teori Belajar kognitivisme menurut Ausubel
Dalam proses pembelajaran guru harus mengarahkan pada
pemberian materi yang dapat diasimilasikan dengan pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa. Keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan
bahan ajar yang dipelajari. Oleh sebab itu materi yang diberikan kepada siswa
harus benar-benar yang bermakna bagi siswa yang sedang belajar.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Teori belajar
kognitivisme merupakan teori yang mengungkapkan bahwa proses belajar siswa
tidak didasarkan pada adanya stimulus dan respon semata, melainkan bahwa siswa
belajar didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki dan kebermaknaan dari materi
yang dipelajarinya. Dalam teori ini diungkapkan bahwa siswa akan senang dan
selalu belajar jika merasa ada manfaatnya bagi dirinya. Oleh sebab itu dalam
proses belajar mengikuti tahapan-tahapan mengingat, menerapkan dan akhirnya
menemukan konsep baru yang bermakna bagi dirinya.
Beberapa tokoh
teori belajar kognitivisme mengemukakan pandangannya sebagai berikut :
No
|
Piagiet
|
Brunner
|
Ausubel
|
1
2
|
Proses belajar terjadi
menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa
Proses
belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Asimilasi
b. Akomodasi
c. Equilibrasi
|
Proses belajar lebih
ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan
ditentukan oleh umur siswa
Proses belajar terjadi
melalui tahap-tahap:
a. Enaktif (aktivitas)
b. Ekonik (visual
verbal)
c. Simbolik
|
Proses belajar terjadi
jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengetahuan baru
Proses belajar terjadi
melaui tahap-tahap:
a. Memperhatikan
stimulus yang diberikan
b. Memahami makna
stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
|
Dalam prinsip kognitivisme banyak
dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem
instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
- Si belajar atau
siswa akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran
tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu dan bermakna.
- Penyusunan materi
pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
- Belajar dengan
memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa
pengertian penyajian.
3.2 Saran
Dalam proses pembelajaran sebagai seorang
guru tidak hanya memberikan suatu stimulus yang akan direspon oleh siswa
melainkan harus mampu memberikan atau memilih materi yang akan diberikan harus
dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Dengan
mengkaitkan materi tersebut diharapkan siswa dapat menemukan suatu konsep baru
yang dirasakan manfaatnya oleh siswa tersebut.
Dalam pemberian materi harus didasarkan pada tahapan-tahapan berpikir
peserta didik dari mengingat sampai dengan mampu menemukan konsep baru dan
dapat tersimpan dalam memori siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H.M. 2000. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Cetakan ke-10. Bandung: PT
Sinar Baru Algensindo
Budiningsih, C.A. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Cet. Ke-1.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Puskur, Balitbang Depdiknas.
Hadis, Abdul,
2006. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Syah, Muhibbin, 1997.Psikologi Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Cetakan kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Uno, Hamzah B, 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi
Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Winkel, W. S, 2004. Psikologi Pengajaran cet. 6.
Yogyakarta: Media Abadi.
http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/
http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html
http://neozonk.blogspot.com/2008/02/teori-belajar.html